UPACARA NAYANIKA SUDAMALA
PENGANUT KEPERCAYAAN TERHADAP TUHAN YANG MAHA ESA


Upacara Nayanika Sudamala merupakan sebuah ritual pembersihan jiwa dan raga yang diambil dari dasar rontal Sudamala. Tradisi ini berasal dari budaya Jawa kuno yang telah ada sejak lama dan mencerminkan kearifan lokal dalam menjaga keseimbangan spiritual. Meskipun demikian, seiring dengan perkembangan budaya Nusantara pada masa Jawa Baru, praktik ini mengalami pergeseran makna dan bentuk. Kini, banyak yang mengenal tradisi pembersihan ini dengan istilah "ruwatan." Ruwatan lebih dikenal sebagai cara untuk menghapus atau menetralkan energi negatif dalam diri seseorang, sehingga dapat menjalani hidup dengan lebih baik. Upacara ini menjadi bagian integral dari budaya masyarakat Jawa Baru, melambangkan harapan dan keinginan untuk mendapatkan berkah serta perlindungan dari Tuhan Yang Maha Esa. Dengan demikian, upacara Nayanika Sudamala tetap bertahan meskipun telah beradaptasi dengan perubahan zaman dan budaya.
Pancagati atau pancalaputri merujuk pada lima anak perempuan dalam sebuah keluarga, yang memiliki makna khusus dalam tradisi tertentu. Dalam konteks pembersihan atau ruwatan, kali ini tata cara tantra sudamala diadaptasi dengan pendekatan yang berbeda. Berbeda dari budaya Jawa yang lebih umum dengan menggunakan sastra wayang sebagai media, proses ini kini mengacu pada tatanan kadewaguruan karesian nusantara. Pelaksanaan Upacara Sudamala (ruwatan) ini langsung dipandu oleh seorang brahmana atau rsi, yang menjalankan prosesi berdasarkan rontal sudama. Hal ini menunjukkan kekayaan tradisi lokal yang dihidupkan dan dikembangkan dalam pelaksanaan ritual, menegaskan pentingnya pemeliharaan nilai-nilai budaya serta spiritualitas yang terkandung di dalamnya.
Foto Rsi bersama keluarga Bapa Karno Hari Susanto di asrama TNI Stubondo